POLA GERAK SEJARAH

Posted: September 21, 2011 in FILSAFAT SEJARAH
Tags: ,

POLA GERAK SEJARAH

Menurut para filosof sejarah pengikut metode kontemplatif terdapat tiga pola gerak di mana sejarah berjalan sesuai dengannya, yaitu:

1. Sejarah berjalan menelusuri garis lurus lewat jalan kemajuan yang mengarah ke depan atau kemunduran yang bergerak ke belakang.

2. Sejarah berjalan dalam daur kultural yang dilalui kemanusiaan, baik daur saling terputus, dan dalam berbagai kebudayaan yang tidak berkesinambungan atau daur-daur itu saling berjalin dan berulang kembali.

3. Gerak sejarah tidak selalu mempunyai pola-pola tertentu.

Para filosof sejarah sendiri sering mencampur-adukkan ketiga pola ini dalam menginterpretasikan gerak sejarah.

 

1.  Gerak Sejarah Maju

Ide gerak sejarah yang maju ke depan sering dikemukakan para filosof  yang cenderung mengukuhkan perbuatan manusia dan pencapaian-pencapaiannya dalam sejarah. Mengenai asal ide kemajuan ini bisa diacu pada pendapat-pendapat Bacon (Sahakian, 1968: 124-140) dan Descartes (Snyder, 1955: 25-28), dua panji kebangkitan ilmiah di Barat. Pada akhir abad ke-19 ide ini semakin tersebar luas, yaitu pada waktu terjadi polemik antara para pengikut sastrawan dan kritisi lama dengan sastrawan dan kritisi baru. Untuk mempertahankan sikap mereka, para pengikut sastrawan dan kritisi baru terpaksa menuduh para pengikut sastrawan dan kritisi lama bahwa mereka telah terperosok dalam khayalan pengukuran yang keliru. Yakni pada waktu mereka memandang orang-orang yang lebih dulu dari mereka sebagai orang-orang yang lebih kuat pikirannya. Padahal manusia apabila ia semakin dewasa kebijakannya pun semakin matang dan orisinal, demikian halnya kemanusiaan yang bersama perjalanan zaman semakin mengarah kepada kemajuan. Jadi, apabila manusia yang terdahulu mempunyai kelebihan dalam keterdahuluannya, maka manusia yang berikutnya mempunyai kelebihan dalam kesempurnaannya.

Teori kemajuan ini kemudian tersebar dan mempengaruhi bidang-bidang kegiatan manusia lainnya seperti politik, sosial, seni, filsafat, dan sejarah, sehingga pada abad ke-19 kata kemajuan  memiliki berbagai makna. Di antara makna kata itu ada yang berkaitan dengan “ide perkembangan yang memandang watak manusia sebagai hasil tertinggi proses perkembangan itu sendiri”, dan oleh karena itu kemajuan historis juga terkandung dalam watak itu. Makna kata ini ada pula yang berkaitan dengan “filsafat denominasional”, di mana konsepsi kemajuan mengambil corak teori yang integral dalam filsafat sejarah, seperti halnya yang kita dapatkan pada beberapa filosof abad ke-19 seperti Karl Marx, Frederick Engels, dan lain-lain, atau dalam “filsafat sosial” yang diwakili  oleh Auguste Comte dan John Stuart Mill. Kemudian pada abad ke-20, teori kemajuan meraih berbagai dukungan dari kalangan kaum Marxis, pragmatis, dan para penganut aliran eksperimental.

Sejak awal kemunculannya, teori kemajuan erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Seruan para penganut teori ini pada dasarnya ditegakkan di atas kemajuan yang diraih kamanusiaan dalam sebagian ilmu pengetahuan yang membuat tersingkapnya sebagian hal yang tidak diketahui sebelumnya, dan di antara hasilnya adalah masa pencerahan dengan optimisme dan rasa percaya terhadap masa  depan yang erat berkaitan dengannya, keinginan untuk mengendalikan alam, peremehan masa lalu dengan segala khurafatnya, dan keinginan untuk menguasai pembuatan sejarah.

Teori kemajuan ini oleh para pendukungnya dideskripsikan sebagai suatu proses akumulatif sepanjang masa. Oleh karena itu,  orang-orang zaman modern, dengan sarana dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki, lebih maju ketimbang orang-orang zaman dahulu di bidang ilmu pengetahuan dan industri. Oleh karena itu, kekaguman tidak logis terhadap orang-orang dahulu tidak mem­punyai landasan, dan kekaguman itu menurut mereka merupakan batu penghalang jalan kemajuan manusia. Dengan pandangan yang demikian ini, kemajuan adalah filsafat optimistis yang memandang kesempurnaan manusia sebagai hal yang tidak terbatas dan sejarah manusia bergerak maju di mana pengetahuan manusia menjadi semakin berkembang dan sedikit demi sedikit semakin mendekati tujuan akhir masyarakat manusia, yaitu terealisasinya kebebasan, kesempurnaan, dan penguasaan sepenuhnya atas alam.

Auguste Comte termasuk kaum progresif yang memakai teori organis dalam menginterpretasikan watak masyarakat. Menurutnya, masyarakat adalah kelompok organis kolektif, dan seperti halnya berbagai fenomena dalam alam, matematika dan biologi tunduk di bawah hukum-hukum tertentu, masyarakat juga, tegak di atas suatu hukum umum. Berdasarkan hukum itu sendiri, misalnya, kita bisa membagi berbagai fase yang dilalui peradaban menjadi tiga fase, yaitu fase teologis, fase metafisis, dan fase positif. Hukum ketiga fase itu diikhtisarkan Comte dari sejarah ilmu pengetahuan dan ter­pengaruh oleh tiga klasifikasi yang dikemukakan Vico, seperti akan diuraikan nanti dalam kajian ini. Ide kemajuan diperbincangkan Comte dalam kerangka dinamisme sosial yang dipandangnya sebagai teori umum kemajuan manusia yang secara ringkas, di antaranya, di­nyatakan bahwa pada akhirnya manusia akan mampu mengendalikan alam. Dalam filsafat Comte kemajuan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kemajuan intelektual, kemajuan material, dan kemajuan moral. Filsafat Comte itu terpengaruh oleh ide perkembangan dalam ilmu pengetahuan alam, namun ia mempergunakan sejarah dalam kajian­nya tentang perkembangan intelek (pikiran) manusia dan fase-fase yang dilaluinya.

Tampak bahwa para pemikir pada masa pencerahan telah ber­upaya mencarikan landasan posisi manusia dalam alam fisik dan mereka menganggap hukum-hukum sejarah adalah sama dengan hukum-hukum alam. Dari segi lain mereka mempercayai kemajuan. Akan retapi landasan apakah yang bisa dipakai untuk memandang bahwa alam adalah maju secara terus ke arah suatu tujuan? Kesulitan ini dipecahkan Hegel dengan mengadakan pemilahan yang ketat antara sejarah yang dipandangnya maju dan alam yang kehilangan corak itu. Kemudian datang revolusi Darwinisme yang menyirnakan semua hal yang tidak mengenakkan, yaitu dengan pandangannya bahwa perkembangan dan kemajuan adalah sama: tampak jelas bahwa pada akhirnya alam adalah maju seperti sejarah. Namun pendapat ini membuka pintu gerbang salah paham yang lebih berbahaya, sebab ia memberi kesempatan terjadinya pencampuradukan antara warisan biologis, yang membentuk sumber perkembangan, dan perolehan sosial yang memben-tuk sumber kemajuan dalam sejarah”.

Demikianlah terbentuknya hubungan antara ide perkembangan dan ide kemajuan dalam kalangan banyak peneliti, meski perkembangan sendiri tidak lain adalah perombakan bio-fisiologis khusus bagi makhluk-makhluk hidup sesuai dengan hukum seleksi alam, sementara kemajuan adalah upaya yang sadar untuk memperoleh pola-pola baru dalam tingkah laku individu dan masyarakat. Dari sini majunya kemanusiaan tampak merupakan hal yang deterministis dan pasti. Malah, ia mudah direalisasikan apabila masyarakat-masyarakat yang ada mampu mendayagunakan sebaik-­baiknya penemuan-penemuan ilmiah tentang prinsip-prinsip ekonomi dan hukum-hukum perkembangan manusia, seperti halnya diungkapkan oleh kajian sejarah yang ilmiah dan mendalam. Karena masyarakat manusia dan nilai-nilai moral yang luhur maju sesuai dengan hukum-hukum ilmiahnya yang khusus, demikian halnya ilmu pengetahuan kita akan semakin maju dengan semakin bertambahnya pengetahuan kita tentang hukum-hukum alam. Sehingga kemanusiaan pun akan melangkah maju ke arah masa depan cemerlang yang didasarkan pada penghormatan atas hak-hak individu kemajuan ilmu pengetahuan, dan merea-lisasikan kebahagiaan pikiran, moral, dan sosial tertinggi yang ditujunya.

Meski adanya harapan dan niat baik para pendukung teori kemajuan dengan berbagai aliran filosofisnya, namun teori ini banyak mendapat kritik. Sebagian ada yang berkenaan dengan metode penelitian yang dipakai dan sebagian ada yang berkenaan dengan nilai-nilai yang mereka kemukakan. Misalnya saja, seperti dikemukakan beberapa peneliti, kritik mereka yang keras terhadap Zaman Pertengahan dengan norma-norma zaman modern. Demikian halnya kritik keras mereka terhadap para agamawan telah melewati batas dengan mengeritik agama itu sendiri, sebab dalam pandangan mereka agama bukan lagi merupakan faktor penting dalam pem­bentuk kebudayaan. Kritik mereka terhadap khurafat dan pikiran magis telah menyentuh pula ide agama. Yakni sewaktu mereka memaksakan ide pembebasan diri dari kekuasaan gereja, mereka pun mencukupkan ide kemajuan ini dengan manifestasi luarnya saja yang bertentangan dengan agama, tanpa berupaya menda-lami konteks peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi guna menyingkapkan perjalanan internalnya.

Dari segi lain, teori kemajuan mendapat kritik dari para penganut relativisme historis yang meman-dang teori kemajuan hanya sebagai salah satu pola organisasi sosial yang berupaya menganalisis realitas dan mengorganisasikannya berdasarkan percobaan-percoba-an masa lalu guna terjadinya perubahan yang lebih besar dan demi kebaikan sebanyak mungkin anggota-anggota masyarakat. Jadi, kemajuan dalam pengertian yang demi-kian ini merupakan suatu nilai moral yang lebih banyak mengandung suatu sifat pengarahan dan perasaan tanggung jawab bersama daripada merupakan suatu filsafat realistis tentang realitas sejarah dalam pengertiannya yang dikenal.

Sumber: al-Sharqawi, ‘Effat. 1406 H/1986 M. Filsafat Kebudayaan Islam (terjemahan Ahmad Rofi’ Usmani dari Falsafah al-Hadharah al-Islamiyyah). Bandung: Pustaka.

Comments
  1. fathia says:

    Pa,bukannya kit tau maju ketika kita tahu mundur?dan kita tahu mundur ketika kita maju? jadi??
    atau yang dimaksud maju itu, ada awal ada akhir?
    aku ga ngerti,

  2. Budi Gustaman says:

    Pak saya mau tanya,,,Konsep sejarah yang sekarang dianut,,yg mmandang sejarah sebagai pembelajaran masa depan,,apakah termasuk dalam teori kemajuan seperti yg dipertentangkan penganut relativisme historis?apakah dalam konsep sejarah yg sekarang juga mnggunakan teori gerak sejarah mundur?
    Lalu bagaimana teori penganut Relativisme historis sehingga bisa membantah teori kemajuan?
    maaf pak agak panjang…terima kasih

    • Rendy Suhardiman says:

      Assalam Mualaikum, Pak saya mau Tanya, di dalam filsafat fase teologis, dikatakan bahwa kita harus arif dan bijaksana dalam menilai suatu peristiwa sjejarah yang lalu, haru dinilai pada hukum yang pada waktu itu berlaku, begitu juga dengan kejadian sekarang, harus dinilai pada hukum dan keadaan yang berlaku sekarang, pertanyaannya, bagaimana kita sebagai sejarawan, memahami hal tersebut dengan baik dan juga memberi pengetahuan hal tersebut pada masyarakat sekaramg ?

      ( Rendy Suhardiman )

  3. samid2010 says:

    Pak, saya mau bertanya.

    Apa kaitannya filsafat Teologi dengan filsafat sklolastik (Yunani Kuno) ? Apa faktor yang membedakannya.

    Bagaimana Popper memandang filsafat spekulatif yang berkaitan terhadap prinsip falsifiabilitasnya (tesis + anti tesis = sintesa) ? Apakah filsafat spekulatif dapat membenarkan hipotesa-nya terhadap Tuhan sebagai penggerak sejarah.

    M. Dimas (180310080009)

  4. Mohamad Zaenudin says:

    Apa yang menjadi titik acuan kemajuan/filsafat optimistis bahwa kesempurnaan manusia sebagai hal yang tidak terbatas dan sejarah manusia itu bergerak maju dimana kemajuan manusia semakin berkembang dan sedikit demi sedikit semakin mendekati tujuan akhir manusia. Pada kenyataannya di zaman yang sudah berkembang ini masih adanya sekelompok masyarakat yang mempercayai penyembuhan menggunakan batu seperti (contoh kasus pok nari) bukankah itu termasuk sejarah kemunduran dalam masyarakat?
    karena yang kita tahu sekarang banyak terdapat penyembuhan secara medis yang lebih logis/rasional?

    ( Mohamad Zaenudin – 180310080002 )

  5. Rezza Fauzi Muhammad Fahmi says:

    Pak saya mau berpendapat mengenai fase peradaban, yakni:
    Teologis
    Ilmu tentang ketuhanan, kehidupan manusia dilingkupi oleh hak yang sifatnya ketuhanan, semua perasaan mengacu kepada tuhan. Contohnya, fenomena alam seperti gempa bumi dalam konsep ketuhanan yang dipersepsikan terhadap masyarakat pada masa itu mungkin ada leluhurnya yang dimaksud tuhan misalkan ada ular besar di dalam bumi yang bergerak dan cara untuk menanggulanginya supaya tidak ada bencana besar dengan cara tradisional ritual dan pengabdian terhadap tuhannya.
    Metafisis
    Dalam fase ini menimbulkan persoalan yang bersifat transendental, gaib dan di luar batas kemampuan, metafisik disini merupakan sebuah ide (spiritual) dari roh dan jiwa, sebaliknya untuk fisik berarti dapat dirasakan oleh panca indera. Konsep ketuhanan mulai pudar.
    Positif
    Fase ini sudah memasuki fase ilmu pengetahuan, aspek teologis dan metafisis hilang, tetapi daya nalar logis yang dipakai. Ketika terjadi gempa, secara logis dengan daya nalar serta rasional terjadi karena ada lempengan bumi yang bergeser atau patah. Dalam fase ini semua hal telah dirasionalkan.
    Dari ketiga fase peradaban tersebut saya cenderung dalam fase positif yang membuat saya heran dan keliru, maksud dalam fase positif semua hal dirasionalkan itu bahwa saya beranggapan dalam penulisan karya tulisi lmiah mungkin kita bisa memakai metode wawancara sebagai sumber lisan dengan cara mediasi terhadap roh halus, apabila sumber informan tidak otentik dan tidak kredibel, apa salahnya juga membandingkan dengan mengganti informan roh halus tersebut dengan yang lain. Ketika proses mediasi dilakukan beberapa kali dan informasi yang diberikan ada kesamaan mungkin bisa saja benar. Dalam konsep roh, roh manusia yang sudah meninggal dunia dalam genggaman dan kekuasaan Tuhan dan tidak berkeliaran bebas, jadi roh yang masuk ke dalam tubuh mediator kebenarannya tidak bisa dipastikan. Dalam penulisan karya ilmiah juga terdapat beberapa unsur, yaitu Logis, Empiris, Rasional dan Imperemental. Dalam unsur logis mengenai sumber mediasi tidak sejalan, kemudian secara empiris juga hal tersebut tidak bisa dikombinasikan dengan Teologis dan secara rasional tidak ada sumber pembandingnya. Akan tetapi sumber tersebut bukan dijadikan untuk sumber tersier, sekunder bahkan primer dan hanya dijadikan sebagai sumber penunjang atau pendukung terhadap apa yang diceritakannya sebagai kerangka peristiwa atau deskriptif sebagai gambaran serta mencoba mendekati kredibilitas dan kebenarannya. Jadi dalam penulisan karya ilmiah saya rasa mediasi bisa dipakai sumber, yakni sumber lisan yang hanya sebagai sumber penunjang, untuk sedikitnya mengetahui peristiwa secara deskriptif. Dari anggapan sayatersebut, bagaimana dalam historiografi tradisonal bisa dikatakan karya ilmiah yang memakai sumber-sumber naskah kuno? Bagaimana cara menguji kebenaran naskah kuno tersebut yang zamannya masih dalam tahapan mitis seperti yang dikatakan van Peursen yang dibagi menjadi tahap mitis, ontologis dan fungsional. Dilihat dari kultuurgebundenheit (ikatanbudaya) dan zeitgeist (jiwazaman)-nya masih berbau mitos dan alam gaib terhadap kepercayaan adat tradisional serta mungkin termasuk dalam fase teologis dan metafisis juga seperti yang dikatakan van Peursen yang termasuk dalam tahapan mitis.
    Rezza Fauzi Muhammad Fahmi
    180310090040

  6. Filsafat menurut Comte kemajuan diklasifikasi menjadi 3, yaitu :
    kemajuan Intelektual
    kemajuan Material
    kemajuan Moral
    kemajuan Moral dapat dijadikan sebagai motor penggerak untuk kemajuan Intelektual dan kemajan Material.
    Dalam agama banyak mengandung nilai-nilai moral.
    yang jadi pertanyaan dapatkah Agama dijadikan sebagai pembentuk kebudayaan?
    dan apakah norma-norma kebudayaan mengandung sifat yang mengarah pada kemajuan?bagaiaman dengan kebudayaan yang dianggap kuno pada zaman sekarang,
    apakah dapat di bilang sebagai suatu gerak kemajuan?

    Karolina Sianipar
    180310090001

  7. Ferdi Syahh says:

    “Asalamualaikum” pak. saya hanya akan mencoba menambahkan dari sebuah teori-teori yang memberikan arah dan tujuan gerak sejarah dan dapat disimpulkan sebagai berikut:

    a. Tanpa arah tujuan, seperti terdapat dalam alam fikiran Yunani berdasarkan hukum fatum, teori ini kemudian diperluas dan diperdalam oleh Oswald Spengler. Gerak sejarah berputar-putar, berputar-putar dan tidak terdapat sesuatu yang baru. Setiap kejadian, peristiwa, fakta pasti akan terjadi lagi seperti yang sudah-sudah.
    b. Pelaksanaan kehendak Tuhan, gerak sejarah ditentukan oleh kehendak Tuhan dan menuju ke arah kesempurnaan manusia menuju kehendak Tuhan Manusia hanya menerima ketentuan itu dan tidak dapat mengubah nasibnya. Akhir gerak sejarah adalah Kerajaan Tuhan (Civitas Dei) bagi yang dapat diterima Tuhan dan kerajaan setan (Civitas Diaboli) bagi yang ditolak oleh Tuhan.
    c. Ada juga yang berpendapat bahwa ikhtiar, usaha dan perjuangan manusia dapat menghasilkan perubahan nasib yang sudah ditentukan Tuhan, maka gerak sejarah merupakan perimbangan antara kehendak Tuhan dengan usaha manusia. Aliran ini merupakan perpaduan otonomi dan heteronomi.
    d. Evolusi dengan kemajuan yang tidak terbatas, gerak sejarah membawa manusia setingkat demi setingkat terus ke arah kemajuan. Dengan senang hati manusia melaksanakan gerak sejarah dengan penuh harapan akan mengalami kemajuan yang tidak terhingga. Alam semesta harus dan dapat dikuasai oleh manusia. Semakin meningkat, semakin luas dan dalam pengetahuan manusia dan makin berkuasalah ia.Aliran inilah yang sangat berpengaruh terhadap gerak sejarah di dunia Barat, sehingga bangsa-bangsa di Eropa dan Amerika menglami kemajuan yang pesat.
    e. Disamping faham evolusi terdapat pula faham historical materialism yang menentukan masyarakat tanpa kelas adalah tujuan sejarah. Masyarakat tak berkelas itu adalah tujuan gerak sejarah setelah melalui masa kapitalis.

    f. Reaksi terhadap faham evolusi menghasilkan beberapa aliran baru, yaitu:

    1) aliran menuju ketuhanan seperti faham Toynbee, bahwa gerak sejarah itu akan sampai pada masa bahagia apabila manusia menerima Tuhan serta kehendak Tuhan sebagai dasar perjuangannya.

    2) aliran irama gerak sejarah menurut Sorokin yang menyatakan bahwa gerak sejarah tidak bertujuan apa-apa dan bahwa gerak itu hanya menunjukkan datang-lenyapnya atau berganti-gantinya corak, ideational, sensate dan idealistik
    3) aliran kemanusiaan, yaitu suatu aliran yang sangat luas dan berpusatkan pendapat mutlak bahwa manusialah yang terpenting di dunia ini. Gerak sejarah adalah perjuangan manusia untuk mencapai kemajuan yang setinggi mungkin.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara ringkas bahwa:

    a. dasar mutlak gerak sejarah adalah manusia

    b. isi gerak sejarah adalah pengalaman kehidupan manusia

    c. tujuannya ialah manusia sempurna dalam arti yang luas, yaitu sempurna sebagai manusia fatum, sebagai manusia bertuhan, manusia hitorical materialism dan manusia amr.

    d. pokok dasar gerak sejarah adalah masalah kemanusiaan, apakah manusia itu, apakah tujuannya, dimanakah letak batas-batas kemungkinannya?

    Demikianlah sifat gerak sejarah sebagai daya penggerak manusia untuk menciptakan dunia baru yang bersifat positif dan optimistis. Manusia mampu dan dapat mengubah dunia serta menentukan nasibnya sendiri.

    (FERDIANSYAH 180310070019)

  8. afnan husnayain says:

    assalam…

    pak saya mau bertanya mengenai Sejarah yang berjalan berjalan menelusuri garis lurus lewat jalan kemajuan yang mengarah ke depan atau kemunduran yang bergerak ke belakang. (poin pertama)
    apakah sejarah itu berjalan dalam segaris lurus?
    seperti yang kita ketahui bahwa sejarah memiliki dinamika yang beragam, tidak terpaku pada garis lurus saja..

    pertanyaan kedua,
    masih berhubungan dengan kemajuan sejarah, ini yang bekaitan dengan kemajuan intelektual, kemajuan material, dan kemajuan moral pada filsafat Comte.
    apakah ketiga aspek ini merupakan aspek terpenting dalam kemajuan sejarah apa hubungan keterkaitan antara tiga aspek tersebut dengan kemajuan sejarah?
    apakah berjalan sendiri2 ataukah saling berkaitan?
    mengingat banyaknya ilmu pengetahuan baru yang menghasilkan material dan mempengaruhi moral manusia hingga saat ini kita ketahui banyak yang semakin tidak baik, bahkan hasil dari kemajuan intelktual itu bisa disalahgunakan, disebabkan oleh moral yang tidak baik..
    jadi sebenarnya apa peran dari ketiga aspek tersebut dalam kemajuan sejarah dan sebenarnya menurut bapak, adakah aspek lain yang mendukung kemajuan sejarah itu sendiri??

    terimakasih banyak pak mumuh,
    salam,
    Afnan Husnayain (180310090012)

  9. assalamualaikum…….
    pak saya mau bertanya sedikit tentang pola gerak sejarah..
    ada yang disebut dengan gerak sejarah berpola, nah yang jadi pertanyaan saya kenapa gerak sejarah itu cendrung berpola??…
    terimakasih…..

    (Rulli yanto.180310070011)

  10. Rifky Kurniawan says:

    Assalamualaikum wr.wb…. Maaf Pak Mumuh, karena yang berkomentar dan bertanya mengenai konsep dan teori filasafat sejarah itu sendiri sudah banyak. Saya hanya akan bertanya singkat mengenai sejarah filsafat itu sendiri, apakah ada filosof dari luar Eropa yang mengguncang dunia dengan teori dan konsep filsafatnya? karena materi yang bapak sampaikan lebih banyak mengambil contoh dari filosof Barat seperti Hegel yang terkenal sebagai tokoh filosof Idealisme dan Karl Marx yang terkenal sebagai tokoh filosof Materialisme. Padahal ketika Eropa dilanda masa kegelapan dimana Gereja mengendalikan setiap gerak penganutnya, bangsa Eropa sendiri banyak mendapat pengetahuan dari wilayah Asia terutama dari wilayah Asia Barat yang dikuasai Islam yang sedang mengalami kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan, baik ilmu alam maupun ilmu sosial.

    Mungkin itu saja dari saya, mohon dijawab dan terima kasih pak, Wassalamualaikum wr.wb.

    Rifky Kurniawan : 180310090014

  11. rifky kurniawan says:

    Assalamualaikum wr.wb…. Maaf Pak Mumuh, karena yang berkomentar dan bertanya mengenai konsep dan teori filasafat sejarah itu sendiri sudah banyak. Saya hanya akan bertanya singkat mengenai sejarah filsafat itu sendiri, apakah ada filosof dari luar Eropa yang mengguncang dunia dengan teori dan konsep filsafatnya? karena materi yang bapak sampaikan lebih banyak mengambil contoh dari filosof Barat seperti Hegel yang terkenal sebagai tokoh filosof Idealisme dan Karl Marx yang terkenal sebagai tokoh filosof Materialisme. Padahal ketika Eropa dilanda masa kegelapan dimana Gereja mengendalikan setiap gerak penganutnya, bangsa Eropa sendiri banyak mendapat pengetahuan dari wilayah Asia terutama dari wilayah Asia Barat yang dikuasai Islam yang sedang mengalami kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan, baik ilmu alam maupun ilmu sosial.

    Mungkin itu saja dari saya, mohon dijawab dan terima kasih pak, Wassalamualaikum wr.wb.

    Rifky Kurniawan
    : 180310090014

  12. pak, saya mau tanya..
    menurut bapak, apa kaitan fase teologis, fase metafisis, dan fase positif dengan sosiologi agama beserta contohnya sesuai yg terjadi akhir-akhir ini. dimana masalah agama selalu menjadi persoalan khususnya di Indonesia.
    terima kasih.

    KEREN BERTHA TAMBUWUN
    180310080029

  13. Filsafat sejarah tidak hanya masa lampau dalam masa sekarang tetapi juga berusaha untuk membuat proyeksi ke masa depan. Beberapa pandangan atau aliran dalam pengkajian sejarah bermacam-macam sehingga memerlukan beberapa pilihan untuk mengkaji lebih lanjut. Nah, dengan begitu banyak pola atau aliran pengkajian sejarah, tentu saja hasil akhirnya pun akan berbeda, tergantung dari pola atau aliran mana yang akan di usung dalam pengkajian sejarah tersebut. Dan hasilnya akan relatif, tergantung pola atau aliran mana yang di usung. Yang menarik bagi saya adalah, munculnya pertanyaan, apakah filsafat sejarah itu selalu relafit, tergantung pola atau aliran tertentu ? atau adakah ukuran yang jelas, yang distandarisasi oleh para filsuf sejarah yang hingga pada akhirnya hasil dari perenungan (kontemplasi) filsafat sejarah akan bermuara pada satu titik ?

    Ade Suprianto
    180310080038

  14. deni rajid says:

    Asalamualaikum …
    Pak saya mau bertanya mengenai pola gerak sejarah
    Apakah masyarakat baduy, terutama yang di pedalamanya kampung kanekes dengan optimis mepertahakan adat dan tradisi mereka,otomatis mereka tidak mengikuti kemajuan pola gerak sejarah. Yang saya ingin tanyakan Apakah masyarakat baduy sudah mecapai tujuan akhir manusia?
    (deni rajid 180310100048)

  15. Amrillah says:

    Assalamualaikum Wr.Wb.
    pak, saya mau bertanya, pada tahun 1928 dan sampai masa kemerdekaan pemuda adalah tulang punggung perubahan bagi negara Indonesia. namun pada masa-masa sekarang pemuda justru banyak yang berubah arah seperti tawuran dan terkena narkotik. yang jadi pertanyaan saya, apa yang terjadi dengan bangsa ini? mengapa pemudanya banyak yang salah arah? apakah pemuda-pemuda ini orang-orang yang tercerahkan?

    Amrillah (180310090011)

  16. Rezza Fauzi Muhammad Fahmi says:

    pak ini sudah diralat, semoga lebih baik

    Pak saya mau berpendapat mengenai fase peradaban, yakni:
    Teologis
    Ilmu tentang ketuhanan, kehidupan manusia dilingkupi oleh hak yang sifatnya ketuhanan, semua perasaan mengacu kepada tuhan. Contohnya, fenomena alam seperti gempa bumi. Dalam konsep ketuhanan, masyarakat pada masa itu beranggapan bahwa yang dimaksud tuhannya yaitu para leluhur. Berupa ular besar di dalam perut bumi yang bergerak, cara untuk menanggulanginya supaya tidak terjadi bencana besar adalah dengan cara upacara ritual yang bersifat spiritual sebagai pengabdian terhadap tuhannya.
    Metafisis
    Dalam fase ini menimbulkan persoalan yang bersifat transendental, gaib dan di luar batas kemampuan, metafisik disini merupakan sebuah ide (spiritual) dari roh dan jiwa. Sebaliknya definisi fisik berarti dapat dirasakan oleh panca indera. Dalam fase ini konsep ketuhanan mulai pudar.
    Positif
    Fase ini sudah memasuki fase ilmu pengetahuan, aspek teologis dan metafisis hilang. Daya nalar logis sudah menjadi pola pikir dalam fase ini. Ketika terjadi gempa misalkan, dengan daya nalar yang rasional, gempa terjadi karena ada lempengan bumi yang bergeser ataupun patah. Dalam fase ini semua hal telah dirasionalkan.
    Dari ketiga fase peradaban tersebut, dalam fase positif, maksud dari kata dirasionalkan itu, saya beranggapan bahwa dalam penulisan karya tulis lmiah terdapat metode wawancara sebagai sumber lisan. Menurut saya dengan cara mediasi, dalam pelaksanaannya jika sumber informasi yang dijelaskan mediator kurang dipercaya, mungkin bisa membandingkan dengan mediator lain. Ketika proses mediasi dilakukan beberapa kali dan informasi yang diberikan terdapat kesamaan mungkin saja mendekati walaupun tidak sepenuhnya benar. Dalam konsep roh sendiri, roh manusia yang sudah meninggal dunia berada dalam genggaman dan kekuasaan Tuhan, tidak berkeliaran bebas. Jadi roh yang masuk ke dalam tubuh mediator kebenarannya tidak bisa dipastikan. Dalam penulisan karya ilmiah terdapat beberapa unsur, yaitu Logis, Empiris, Rasional dan Eksperimental. Dalam unsur logis mengenai sumber mediasi tidak sejalan, kemudian secara empiris juga hal tersebut tidak bisa dikombinasikan dengan Teologis dan secara rasional tidak ada sumber pembandingnya. Akan tetapi sumber tersebut hanya dijadikan sebagai sumber penunjang terhadap apa yang diceritakan mediator sebagai gambaran. Jadi dalam penulisan karya ilmiah saya rasa mediasi bisa dipakai sumber, sedikitnya mengetahui peristiwa secara deskriptif. Dari anggapan saya tersebut, bagaimana dalam historiografi tradisonal bisa dikatakan karya ilmiah yang memakai sumber-sumber naskah kuno? Bagaimana cara menguji kebenaran naskah kuno tersebut yang zamannya masih dalam tahapan mitis? Dilihat dari kultuurgebundenheit (ikatan budaya) dan zeitgeist (jiwa zaman)-nya masih berbau mitos dan alam gaib terhadap kepercayaan adat tradisional.
    Rezza Fauzi Muhammad Fahmi
    180310090040

  17. Permisi Pak nama saya Karolina Sianipar, saya ingin menanggapi pertanyaan dari teman saya Amrillah.
    Menurut saya anak muda memiliki pengetahuan intelektual yang maju. Kemajuan Intelektual dibangun atas dasar Ilmu Pengetahuan yang mereka miliki. Belum lagi adanya fasilitas yang menunjang anak muda kearah kemajuan. Hal ini terlihat pada kemajuan IPTEK, penggunaan akses internet, teknologi yang semakin canggih, dan fasilitas lainnya yang menunjang anak muda dalam hal kemajuan materi. Sayangnya banyak anak muda dari kita yang memiliki intelektual dan mempunyai fasilitas-fasilitas yang baik namun pengetahuan moral mereka sangat rendah. Sebagai contoh tawuran pelajar SMA 6 dan 70 beberapa bulan lalu, kemudian tawuran mahasiswa Makassar. Aksi tawuran ini menggambarkan bagaimana bangsa kita yang memiliki buah-buah baru yang berisi dalam hal intelektual, namun bobrok dalam aspek moral. Belum lagi semakin maraknya anak muda yang terlibat dalam aksi pengedaran narkoba serta terkena narkoba. Hal ini terkait dengan pentingnya pembangunan moral anak muda.
    Menurut Auguste Comte bahwa Ide kemajuan dalam kerangka dinamisme sosial yang dipandangnya sebagai teori umum dari kemajuan manusia. Dalam Filsafat Comte, kemajuan diklarifikasi menjadi 3, yakni :
    1. Intelektual
    Kemajuan yang berdasarkan Ilmu Pengetahuan, melalui pengetahuan maka dapat membentuk sumber kemajuan dalam sejarah. Kemajuan intelektual tidak akan ada nilainya apabila tidak ditunjang dengan kemajuan Moral.
    2. Material
    Kemajuan material dapat dilihat dari fasilitas-fasilitas yang semakin bertambah. Sebagai contoh bangunan-bangunan yang bertambah, kemajuan IPTEK, jumlah kendaraan yang semakin bertambah, rumah-rumah yang bagus dan mewah. Namun tetap saja kemajuan Material harus dibarengi dengan kemajuan Moral
    3. Moral
    Kemajuan moral merupakan motor penggerak dari kemajuan Intelektual dan Material. Karena apabila seseorang memiliki Intelektual dan materi namun bobrok dalam hal moral maka artinya gerak kemajuan belum terwujud.
    Sudah sepatutnya generasi penerus bangsa kita, anak-anak muda memiliki Ilmu pengetahuan, Materi yang tercukupi dan memiliki Moral yang baik. Karena dengan adanya Intelektual, Material dan Moral barulah anak-anak muda bangsa ini akan menjadi orang-orang yang tercerahkan.
    Demikian jawaban dari saya untuk menanggapi pertanyaan dari teman saya Amrillah

    Terimakasi.

    Salam saya Karolina Sianipar ( 180310090001 )

  18. Rendy Suhardiman says:

    Assalam Mualaikum, Pak Saya mau bertanya, kita sebagai Sejarawan tentu harus mampu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa Sejarah yang telah terjadi, namun terkadang kita juga harus belajar dari kearifan Sejarah. pertanyaannya apa yang dimaksud dengan kearifan sejarah ?, lalu bagaimana kita dapat memahaminya atau bahkan mengamalkannya ? bukakankah Sjafruddin Prawiranegara dan Jenderal Soedirman juga bersikap sangat arif ketika mengetahui bahwa Soekarno – Hatta melaksanakan perjanjian Roem – royen ? bukankah perasaan mereka sebagai Pemerintah yang sah merasa dilangkahi oleh Soekarno ? bagaimana mereka bisa berbuat arif ?

Leave a comment